Dear, kamu. Yang beberapa hari ini selalu mampir dipikiranku...
Tahu tidak? Bahwa sejak hari itu, disela waktuku yang selalu banyak senggangnya ini, setiap beberapa menit sekali aku mengunjungi Tuhanku untuk membincangkanmu.
Kami membicarakan banyak hal loh tentang kamu.
Seperti tadi misalnya, selepas salat Magrib. Diluar hujan turun dengan derasnya. Gemuruhnya berisik sekali jatuh di atap kosanku.
Beberapa saat setelahnya hampa mendera, dan segera saja membuat ruang kosong dalam dadaku, memelan degup jantungku, mengingatmu.
Ih! Hujan begitu ya! Tega sekali membuat kita tiba-tiba hilang dalam waktu dan ruang.
Kupikir-pikir, daripada aku semakin tenggelam dalam tatanan kosmik yang makin rumit saja dalam kepalaku ini, mengapa tidak kuminta lagi saja ya, Tuhanku untuk mengisahkan lagi perihal kamu itu?
Ah! Benar juga!
Tahu tidak? Bahwa sejak hari itu, disela waktuku yang selalu banyak senggangnya ini, setiap beberapa menit sekali aku mengunjungi Tuhanku untuk membincangkanmu.
Kami membicarakan banyak hal loh tentang kamu.
Seperti tadi misalnya, selepas salat Magrib. Diluar hujan turun dengan derasnya. Gemuruhnya berisik sekali jatuh di atap kosanku.
Beberapa saat setelahnya hampa mendera, dan segera saja membuat ruang kosong dalam dadaku, memelan degup jantungku, mengingatmu.
Ih! Hujan begitu ya! Tega sekali membuat kita tiba-tiba hilang dalam waktu dan ruang.
Kupikir-pikir, daripada aku semakin tenggelam dalam tatanan kosmik yang makin rumit saja dalam kepalaku ini, mengapa tidak kuminta lagi saja ya, Tuhanku untuk mengisahkan lagi perihal kamu itu?
Ah! Benar juga!
Bergegas aku kabur, berlari merunduk-runduk dibawah malam yang hujan ini. Pilar-pilar yang menghunjam dari langit itu berguguran dipunggungku. Tergesa aku menaiki anak demi anak tangga menuju-Nya dalam kepalaku.
Basah? Biarlah.
Basah? Biarlah.
Tak mengapa, asal nanti aku bisa mendengar lagi kisah tentang matamu itu.
Dia bilang padaku; Tatap matamu itu akan membuatku merasa jadi orang yang paling beruntung di muka bumi ini. Dan kata-kata, kata-kataku akan termangu saja di tenggorokan, kebingungan mencari jalan keluarnya sendiri. Atau lagi tentang rona merah pipimu, ketika kau kebingungan tentang perasaanmu sendiri padaku, nanti. Benarkah itu?
Duh...
Nanti akan seperti apa ya kira-kira mukaku waktu kita bertemu untuk kali pertama dan berjabat tangan?
Kupastikan situasi ini akan membuatku canggung sekaligus senang. Padahal kamu datar saja. Ah akunya saja yang tak terbiasa.
Komentar
Posting Komentar